Gambar 1. Pengertian taaruf
Media yang efektif digunakan sebagai pengganti pacaran namun menuruti syariat islam adalah taa’ruf. Lalu bagaimana tata cara taa’ruf yang benar?.
- Dalam taaruf, antara pihak laki – laki dan perempuan yang bertaaruf haruslah ditemani pihak ketiga yang terpercaya, agar tidak terjadi khawat muncul perpersi negatif (fitnah) dari orang lain.
- Kedua belah pihak yang melakukan taaruf tidak diperbolehkan mengumbar pandangan. Keduanya diperintahkan untuk menjaga pandangan. Dalam salah satu hadist riwayat imam Tarmidzi dan Nasa’i yang dishahihkan syaikh Albani dijelaskan, kala sahabat al – mughirah bin syu’bah. Hendak melakukan khitbah (meminang wanita), Rasulullah memerintahkannya untuk memandang wanita tersebut. Pandangan yang dimaksud disini adalah “pandangan mubah” yang tidak di dasari syahwat.
- Kedua belah pihak yang melakukan taaruf diperintahkan melakukan perbincangan dengan nada ucapan yang tidak dibuat – buat. Ucapan yang keluar lisan hendaknya alamiah tidak dilemahkan dan tidak dilembutkan. Hal ini di karenakan keduanya belum resmi berstatus pasangan suami istri.
- Kedua belah pihak yang melakukan taaruf dianjurkan untuk saling bertanya dengan hal – hal yang terkait dengan prinsip. Semisal visi dan misi dalam hidup, tradisi positif ataupun negatif dalam keseharian, latar belakang keluarga dan responnya terhadap berbagai aktivitas dakwah dan beberapa hal urgen lainnya. Adapun hal – hal sekunder yang tidak perlu diperbincangkan semisal makanan favorit, warna kesukaan. Karena hal tersebut hanya akan membuat pembicaraan semakin melebar tak tentu arah.
- Kala kedua belah pihak yang melakukan taaruf merasakan kecocokkan antara satu sama lain, maka keduanya diperintahkan untuk mempercepat proses lamaran, dan tidak memperlama fase selanjutnya yaitu menikah. Semua ini dilakukan untuk menghindarkan keduanya dari tindak maksiat seperti saling tegur sapa dalam bahasa yang mesra hingga khalwat sebelum keduanya menikah. Dan berstastus sebagai pasangan suami istri.
Selanjutnya yang perlu dipahami adalah standarisasi cinta adalah “ridha allah swt”. Jangan sampai seorang muslim mencintai orang lain hanya karena keindahan fisik atau harta yang di miliki orang itu. Karena keduanya hanyalah faktor penunjang yang bukan merupakan standar primer. Hal yang semestinya lebih diprioritaskan seseorang kala mencintai orang lain adalah “kualitas agama” yang dengannya kebahagiaan dunia dan akhirat dapat mudah direngkuh.
Karenanya kala keinginan seseorang untuk membulatkan setengah agamanya telah bulat (menikah), maka segala tahapan yang akan dilalui haruslah dilandaskan pada ke ridha an Allah SWT.
Oleh : Lintang Rahmawati
Refesensi gambar :
1. http://blognyakeluargasakinah.blogspot.co.id/2015/10/Pengertian-Taaruf-Dalam-Islam-Dan-Tata-Cara-Taaruf-Yang-Perlu-Kita-Pelajari.html
Tidak ada komentar :
Posting Komentar